Radar Tasikmalaya Edisi Kamis, 2 Oktober 2014
Jaya Wisesa Suburkan Lahan Pertanian Masyarakat
Raden Jaya Wisesa yang dikenal dengan sebutan Eyang Jalari merupakan keturunan ningrat Sumedang yang datang ke Tasikmalaya abad XIX, periode Bupati Sukapura Wiradadaha VIII. Saudara dari Jaya Perkosa ini mengabdi di Sukapura untuk bertugas menyuburkan lahan pertanian.
|
BERSEJARAH. Makam Eyang Jalari di Desa Tanjungsari Gunungtanjung. FOTO: YANGGI F IRLANA / RADAR TASIKMALAYA |
LAPORAN
YANGGI FAJAR IRLANA
MANONJAYA
SEBELUM ke Sukapura, niatan awal Jaya Wisesa bersama Jaya Perkosa berangkat dari Sumedang menuju Banten untuk melaksanakan tugas perang. Namun, saat di perjalanan Eyang Jalari ini batal ke Banten. Jaya Wisesa malah berjalan menuju arah selatan dan akhirnya sampai di Gunung Cakrabuana.
Cakrabuana merupakan salah satu gunung yang diyakini bekas tempat pertemuan para wali. Lokasinya di perbatasan antara lima kabupaten. Antara lain Sumedang, Majalengka, Garut, Tasikmalaya dan Ciamis.
Jaya Wisesa lama menetap di Gunung Cakrabuana. Sedangkan kisah perjalanannya sampai di Sukapura, diawali setelah mendapat wangsit bahwa dirinya harus berangkat ke suatu daerah, mengikuti alur sungai yang saat ini bernama Citanduy. Nanti, Eyang Jalari ini akan menemukan pertemuan dua sungai. Setelah sampai di persimpangan sungai harus berhenti. Di situlah Jaya Wisesa harus bermukim.
“Jaya Wisesa mengikuti wangsit tersebut. Dan, beberapa hari menyusuri sungai serta sampailah di tempat yang disebutkan dalam wangsit yaitu pertemuan antara dua sungai,” jelas Kepala Seksi Bina Wisata Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kabupaten Tasikmalaya Asep Herman kepada Radar, kemarin (1/10).
Setelah menemukan tempat sesuai wangsit, Jaya Wisesa langsung naik dari sungai dan sampailah di suatu kampung yang bernama Cikupa (saat ini Cikondang, Red), daerah Kecamatan Cineam. Sampai di Cikupa, Jaya Wisesa langsung bermukim dan mengaku bernama Jalari. “Dan dari situ langsung dikenal Mbah atau Eyang Jalari,” terang Asep.
Masyarakat Cikupa menilai Jalari sebagai seorang tokoh yang cukup baik. Jalari langsung mengabdi dengan membina masyarakat setempat yang biasa mengambil mata pencaharian dari hutan dan pembuat gula. Pada waktu itu nama Cikondang cukup dikenal di daerah lain atas kualitas gula hasil binaan Jalari. “Bahkan sampai saat ini gula di Cineam merupakan gula terbaik yang bernama gula pacar gantung,” tutur Asep.
Semasa tinggal di Cikondang, Mbah Jalari pun menjadi saksi sejarah pemberhentian Raden Anggadipa II yang bergelar Wiradadaha VIII dari jabatannya sebagai Bupati Sukapura oleh Belanda. Anggadipa II yang menolak intruksi Belanda yang ingin merubah fungsi lahan pertanian masyarakat menjadi perkebunan pohon nila itu digantikan oleh Suryalaga, seorang dalem dari Sumedang.
Semasa menjabat dua tahun sebagai Bupati Sukapura, Suryalaga diminta oleh Bupati Sumedang untuk mencari saudaranya bernama Jaya Wisesa. Suryalaga pun langsung membuat pengumuman kepada seluruh masyarakat apabila ada yang mengenal Jalari agar dibawa ke Pendopo Sukapura.
Setelah berita tersiar, akhirnya ada masyarakat yang mengenal Jaya Wisesa yang telah berganti nama menjadi Jalari dan menyampaikan keberadaanya kepada Suryalaga. Setelah mendapat kabar, Bupati Sukapura ini menyuruh utusannya untuk menjemput Jalari dari Cikupa ke kabupaten. Namun, Jalari menolak untuk datang ke kabupaten apalagi akan dijemput keluarga dari Sumedang.
Jalari meminta izin kepada Suryalaga untuk menetap di salah satu tempat di wilayah Sukapura. Jalari ingin memberikan sesuatu yang bermanfaat untuk rakyat Sukapura supaya lahan pertaniannya subur.
Setelah diizinkan, Jalari berangkat bersama keluarganya dari Cineam ke Pasirpanjang, Manonjaya tepatnya di Gunung Putri, sebelah selatan Kantor Kabupaten Sukapura.
Selama menetap di Gunung Putri, Jaya Wisesa berkeliling kampung. Kemudian saat berada di Kampung Pangaduan, Jalari menemukan sumber air yang cukup besar yang bisa dimanfaatkan untuk mengaliri semua lahan sawah masyarakat. “Apabila bisa dimanfaatkan tentu akan menjadikan sawah-sawah di sekitarnya menjadi subur,” kata Asep. (*/Bersambung)