Jumat, 03 Oktober 2014

Menelusuri Peninggalan Sejarah di Tanah Sukapura (1)

Peninggalan Sejarah Sukapura

TEDUH. Babancong di Alun-alun Manonjaya dijadikan 
tempat istirahat masyarakat dan pedagang kemarin (24/9). 
FOTO: YANGGI F IRLANA / RADAR TASIKMALAYA


Radar Tasikmalaya Edisi Kamis, 25 September 2014 


Babancong Simbol Keberadaan Pemerintahan 



Kecamatan Manonjaya memiliki banyak simbol-simbol sejarah peninggalan masa Pemerintahan Sukapura. Salah satunya babancong.

LAPORAN
YANGGI F IRLANA
MANONJAYA

Mengunjungi kecamatan di wilayah Tasik Timur ini, Radar banyak menemukan simbol-simbol peninggalan sejarah zaman dulu. Se­perti halnya Masjid Agung Manonjaya yang selalu menjadi pusat perhatian masyarakat.
Selain masjid kuno, ada juga babancong yang masih terawat dan utuh di pinggir Alun-alun Manonjaya.
Babancong merupakan salah satu ciri ada­nya pemerintahan di daerah tersebut, selain adanya alun-alun, masjid, pendopo dan yang lainnya.
Fungsi babancong adalah sebagai tempat inspektur upacara. Kanjeng Dalem beserta jajarannya pun selalu berada di babancong saat upacara.
Kondisi tempat pidato kepala daerah di Manonjaya ini masih 95 persen asli. Baik dari segi bentuk, ukuran dan lainnya.
Perbaikan babancong hanya dilakukan pada bagian atapnya yang rusak dan lantainya dikeramik agar lebih bersih. “Ya wajar ada revitalisasi. Ini kan seumur dengan pem­bu­atan Pendopo Arja Winangun serta ber­sa­maan pengembangan Masjid Manonjaya pada tahun 1834,” terang Kasi Bina Wisata Dinas Pariwisata dan Ke­bu­dayaan (Dis­par­bud) Kabupaten Tasik­ma­laya Asep Herman kepada Radar, kemarin (24/9).
Saat ini, bentuk babancong masih me­ng­gunakan arsitektur Kolonial Belanda. Ciri khasnya yaitu atap kerucut dengan bentuk persegi delapan berdiameter sekitar lima meter.
Babancong Manonjaya masih fungsi tidak berubah dari zaman dulu. “Ini masih di­gu­na­kan ketika upacara dan acara hari besar Islam dan nasional sebagai podium,” ungkap tokoh masyarakat Manonjaya H Oman.
Sementara, di hari-hari biasa babancong dijadikan tempat berteduh dan bermain oleh masyarakat. Karena, tempatnya yang dingin dan segar memberikan rasa nyaman.
Tokoh masyarakat Manonjaya ini pun ber­ha­rap babancong tetap dirawat dan tidak dihilangkan, karena merupakan simbol pe­ning­galan sejarah yang cukup penting.
Sementara, babancong ini tidak hanya ada di Kecamatan Manonjaya. Tetapi juga ada di Kecamatan Singaparna, Ciawi dan di wilayah Tasik Selatan. (*/bersambung)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar