Sabtu, 04 Oktober 2014

Menelusuri Peninggalan Sejarah di Tanah Sukapura (3)

PENINGGALAN SEJARAH. Seorang pemuda berada 
di depan bangunan bekas gudang pohon nila Belanda 
di area Kantor Pemerintah Kecamatan Manonjaya.
FOTO: YANGGI F IRLANA / RADAR TASIKMALAYA

Radar Tasikmalaya edisi Sabtu, 27 september 2014

Gudang Nila Simbol Pemecatan Anggadipa II


Selain babancong dan masjid agung kuno, di Kecamatan Manonjaya juga ada Komplek Asrama Tentara Belanda yang disebut Tangsi pada masa Pemerintahan Sukapura. Lokasinya di Komplek Kantor Pemerintah Kecamatan Manonjaya.

LAPORAN
YANGGI F IRLANA
MANONJAYA

KATA Tangsi mungkin masih asing terdengar di telinga masyarakat luar Manonjaya. Pasalnya, kata tersebut konon berasal dari Bahasa Belanda yang menunjukkan adanya perumahan atau asrama pertahanan tentara kolonial.
Tapi bagi masyarakat Manonjaya, kata Tangsi tidak asing lagi. Karena sudah dijadikan nama jalan dan daerah di Desa Margaluyu.
Selain itu, keberadaan Tangsi juga sudah banyak diketahui yang tidak lain adalah komplek kantor dan asrama para Tentara Belanda. Di bekas markas para penjajah tersebut, hingga saat ini masih ada gudang peyimpanan pohon nila. Bangunan bangsa penjajah itu diperkirakan sudah berdiri sebelum Pemerintahan Sukapura pindah dari Sukaraja ke Manonjaya.
“Tangsi dibangun pada saat Belanda masuk ke Manonjaya sekitar 1.800 kurang lebih. Yang pasti sebelum Sukapura ke Manonjaya,” ujar Kasi Bina Wisata Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kabupaten Tasikmalaya Asep Herman.
Komplek Tangsi, pada masanya dijadikan pusat kantor pertahanan tentara Belanda wilayah Distrik Pasirpanjang Manonjaya. Bangunannya terdiri dari kantor, rumah dinas atau asrama, gudang dan sumur. Kondisi bangunan tersebut saat ini sudah habis termakan usia. Yang tersisa hanya bagian gudang penyimpanan pohon nila yang berada tepat di belakang Kantor Kecamatan Manonjaya.
“Yang gudang bangunannya masih ada namun kurang terurus sehingga mulai rusak. Dan, itu sangat jelas bangunan kolonial dilihat dari ornamen tembok dipenuhi profil, lantai ubin hitam, atapnya tinggi dan menggunakan genting palentong lama,” jelasnya. “Dan diperkirakan rumah yang ada di komplek tersebut lebih dari lima,” tambahnya.
Keberadaan Tangsi ini menunjukkan bahwa Manonjaya sangat rentan dari serangan para pejuang wilayah timur dan dikhawatirkan datangnya pasukan Diponegoro melalui jalur timur. Makanya, Belanda mendirikan Distrik Pasirpanjang dan diperkuat mengalihkan Pemerintahan Sukapura dari Sukaraja ke Manonjaya. “Tapi meskipun rentan, tidak pernah terjadi serangan dari Ponegoro ke wilayah Manonjaya,” bebernya.
Sementara itu, adanya gudang pohon nila, menandakan bahwa di Manonjaya pernah direncanakan penanaman pohon nila oleh masyarakat Sukapura yang hasilnya dikirimkan ke Belanda.
Namun, adanya peraturan Belanda yang meminta masyarakat untuk menanam pohon nila, mendapat perhatian dan tentangan dari Dalem Wiradadaha VII Raden Anggadipa II. Adanya penolakan tersebut, Belanda langsung memecat Anggadipa II dari jabatanya sebagai Bupati Sukapura dan dibuang ke Bogor sehingga muncullah sebutan Dalem Bogor. “Karena pertimbangan Dalem Sukapura jika pertanian di wilayahnya ditanami nila akan makan apa masyarakatnya yang saat itu menanam padi,” terang Asep.
Setelah Anggadipa II diberhentikan, Belanda mengangkat Dalem Suryalaga menjadi Bupati Sukapura. Sosok dari Sumedang itu diharapkan mampu menyukseskan penanaman pohon nila.
Dalem Suryalaga pun meminta masyarakat menanam pohon nila sesuai instruksi Belanda. Namun, tidak semua masyarakat menurut. Kebanyakan, masyarakat Sukapura menolaknya. Sementara jika ada pohon nila yang ditanam di pagi hari, maka malam harinya disiram oleh air panas sehingga tidak tumbuh. “Dan pada akhirnya Dalem Suryalaga tidak merasa betah, hanya bertahan dua tahun, serta minta kembali ke Sumedang,” jelas Asep.
Pasca ditinggalkan Suryalaga, Sukapura tidak memiliki bupati selama beberapa tahun. Roda pemerintahan pun dikendalikan oleh Belanda. Akhirnya Anggadipa II pun diangkat kembali oleh para Belanda. Dalem Wiradadaha VII menyanggupi menjabat Bupati Sukapura kedualinya dengan syarat tidak ada kewajiban menanam pohon nila di pertanian Sukapura atau Manonjaya, kecuali Galunggung. “Jadi kemungkinan besar tidak ada penanaman pohon nila di Manonjaya,” papar Asep.
Pohon nila kemungkinan hanya ditanam di wilayah Gunung Galunggung. Sementara, di Manonjaya hanya dibangun gudang untuk menyimpan pohon nila.
Sementara, menurut keterangan Sekretaris Desa Manonjaya Yoyon Aryanto, Komplek Tangsi saat ini dihuni oleh keturunan dari pegawai kecamatan dan kewadanaan. (*/Bersambung)

1 komentar: